Jumat, 15 April 2016

Pendekatan PAIKEM 12 April 2016

Pendekatan PAIKEM (Pendidikan Aktif Inovatif Kreatif Menyenangkan)

Dosen Pembimbing
Lestariningsih, S.Pd. M.pd

Nama Anggota Kelompok:
1. Ach. Suzaini 1431002
2. Anggi Anggreani 1431012
3. Dwi Rizki Oktaviani 1431029
4. M.Zailan Novianto 1431048
5. Resty Tirta Risani 1431067
6. Veny Ifdinasai 1431084



STKIP PGRI SIDOARJO
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Karena ridhonya kami bisa menyelesaikan tugas makalah Pembelajaran Inovatif II ini yaitu tentang Pendekatan PAIKEM. Makalah ini dibuat sebagai tambahan materi dari sumber buku mata kuliah Pembelajaran Inovatif II. Tugas makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pembelajaran Inovatif II.
Kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Lestariningsih, S.Pd. M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Pembelajaran Inovatif II, yang selalu memotivasi kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapakn terimakasih kepada teman-teman, yang telah bekerja keras membantu menyelesaikan tugas makalah ini. Tidak lupa kami juga berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membatu dalam memberikan sumber referensi makalah ini.
Dalam Penyusunan makalah ini tidak menutup kemungkinan terdapatnya kekurangan dalam pengerjaannnya. Untuk itu penulis mengharapakan kritik serta saran yang membangun. Supaya dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semuanya.


Sidoarjo, 8 April 2016
 



Penulis









Daftar Isi

KATA PENGANTAR i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Rumusan masalah 2
1.3. Tujuan 2
BAB II Pembahasan
2.1. Pengertian PAIKEM 3
2.2. Sejarah PAIKEM 5
2.3. Karateristik PAIKEM 5
2.4. Prinsip PAIKEM 6
2.5. Kelebihan dan kekurangan 7
a. Kelebihan PAIKEM 7
b. Kekurangan PAIKEM 7
2.6. Langkah – langkah pembelajaran PAIKEM 8
2.7. Penerapan PAIKEM dengan menggunakan Metode Snowball Throwing 9
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan 10
3.2. Saran 10
Daftar Pustaka 11

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Pembelajaran ibarat jantung dari proses pendidikan. Pembelajaran yang baik cenderung menghasilkan lulusan dengan hasil belajar yang baik pula, demikian pula sebaliknya.
Dalam proses pembelajaran seorang guru harus pintar memilih strategi pembelajaran, karena strategi pembelajaran menentukan jalannya pembelajaran yang aktif. Menurut Uno, B. Hamzah dan Nurdin Muhamad (2012: 4) Pemilihan strategi pembelajaran pada dasarnya merupakan salah satu hal yang penting yang harus dipahami oleh setiap guru, mengingat proses pembelajaran merupakan proses komunikasi multiarah antarsiswa, guru dan lingkungan belajar. Strategi pembelajaran yang dipilih oleh guru selayaknya didasari pada berbagai pertimbangan sesuai dengan situasi, kondisi dan lingkungan yang akan dihadapinya. Pemilihan strategi pembelajaran umumnya bertolak dari (a) rumusan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, (b) analisis kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihasilkan, dan (c) jenis materi pembelajaran yang akan dikomunikasikan.
Pada berbagai situasi proses pembelajaran seringkali digunakan istilah yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan atau pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Istilah strategi, metode, atau teknik sering digunakan secara bergantian, walaupun pada dasarnya istilah-istilah tersebut memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Apabila dikaji kembali, definisi strategi pembelajaran yang dikemukakan oleh berbagai ahli, jelas disebutkan bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode atau prosedur dan teknik yang akan digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, strategi pembelajaran mengandung arti yang lebih luas dari metode dan teknik. Artinya metode atau prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran.
Pada kenyataan dilapangan hasil belajar siswa selama ini masih kurang dan belum sesuai dengan yang diharapkan, baik secara intelektual maupun sikap. Siswa belum mencapai tahap kompetensi yang ideal. Oleh karena itu perlu adanya perubahan dalam proses pembelajaran dari kebiasaan yang sudah berlangsung selama ini. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis akan mencoba membahas model PAIKEM karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.

1.2. Rumusan masalah :
1. Apa yang dimaksud dengan PAIKEM ?
2. Bagaimana sejarah PAIKEM ?
3. Bagaimana karakteristik PAIKEM ?
4. Bagaimana prinsip PAIKEM ?
5. Apa kelebihan dan kekurangan PAIKEM ?
6. Bagaimana penerapan PAIKEM dalam pembelajaran matematika?
1.3. Tujuan :
1. Untuk mengetahui pengertian PAIKEM.
2. Untuk mengetahui sejarah PAIKEM.
3. Untuk mengetahui karakteristik PAIKEM.
4. Untuk mengetahui prinsip PAIKEM.
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan PAIKEM.
6. Untuk mengetahui penerapan PAIKEM dalam pembelajaran matematika.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian PAIKEM
PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Secara singkat akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Pembelajaran Aktif
Aktif dalam strategi ini adalah memposisikan guru sebagai orang yang menciptakan suasana belajar yang kondusif atau sebagai fasilitator dalam belajar, sementara siswa sebagai peserta belajar yang harus aktif. Dalam proses pembelajaran yang aktif itu terjadi dialog yang interaktif antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru atau siswa dengan sumber belajar lainnya. Dalam usaha pembelajaran yang aktif tersebut, siswa tidak dibebani secara perseorangan dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam belajar, tetapi mereka dapat saling bertanya dan berdiskusi sehingga beban belajar bagi mereka sama sekali tidak terjadi. Dengan strategi pembelajaran yang aktif ini diharapkan akan tumbuh dan berkembang segala potensi yang mereka miliki sehingga pada akhirnya dapat mengoptimalkan hasil belajar mereka.
b. Pembelajaran Inovatif
Maksud inovatif disini adalah dalam kegiatan pembelajaran itu terjadi hal-hal yang baru, bukan saja oleh guru sebaagi fasilitator belajar, tetapi juga oleh siswa yang sedang belajar. Dalam strategi pembelajaran yang inovatif ini, guru tidak saja tergantung dari materi pembelajaran yang ada pada buku, tetapi dapat mengimplementasikan hal-hal baru yang menurut guru sangat cocok dan relevan dengan masalah yang sedang dipelajari siswa. Demikian pula siswa, melalui aktivitas belajar yang dibangun melalui strategi ini, siswa dapat menemukan caranya sendiri untuk memperdalam hal-hal yang sedang dia pelajari.



c. Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran yang kreatif menghendaki guru harus kreatif dan siswa dapat mengembangkan kretifitasnya. Memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dan menghasilkan karya cipta yang diperoleh melalui pengetahuan atau pengalaman hidup serta mampu memunculkan ide-ide kreatif yang inovatif.
d. Pembelajaran Efektif
Strategi pembelajaran yang efektif ini menghendaki agar siswa yang belajar dimana dia telah membawa sejumlah potensi lalu dikembangkan melalaui kompetensi yang telah ditetapkan dan dalam waktu tertentu kompetensi belajar dapat dicapai siswa dengan baik atau tuntas.
Dalam menerapkan strategi ini tentu tujuan yang akan disusun dalam kompetensi dasar, indikator dan tujuan perlu mempertimbangkan karakteristik siswa. Dengan strategi ini akan terjadi pembelajaran yang kondusif karena guru ketika memberikan pembelajaran telah terbekali dengan karakteristik siswa, bagaimana kemampuannya, metode apa yang cocok digunakan, media apa yang pas digunakan serta evaluasi pembelajaran pun didasarkan pada kemempuan siswa.
e. Pembelajaran Menarik/Menyenangkan
Pembelajaran yang dilaksanakan haruslah dilakukan dengan tetap memperhatikan suasana belajar yang menyenangkan. Belajar akan efektif jika suasana pembelajarannya menyenangkan. Seseorang yang secara aktif membangun pengetahuannya memerlukan dukungan suasana dan fasilitas belajar yang maksimal. Suasana yang menyenangkan dan tidak diikuti suasana tegang sangat baik untuk membangkitkan motivasi untuk belajar.

Menurut Rusman (2011:322) PAIKEM merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan pelaksanaan PAIKEM, diharapkan berkembangnya berbagai macam inovasi kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang partisipatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa PAIKEM merupakan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap dan pemahaman dengan mengutamakan belajar sambil bekerja, guru menggunakan berbagai sumber belajar dan alat bantu termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar agar pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.

2.2. Sejarah PAIKEM
Istilah PAIKEM semula dikembangkan dari AJEL (Active Joyful and Effective Learning). Untuk pertama kali diterapkan di Indonesia yaitu pada tahun 1999 yang dikenal dengan istilah PEAM (Pembelajaran Efektif, Aktif dan Menyenangkan). Lalu berkembang menjadi PAKEM, PAIKEM,  PAIKEM GEMBROT dan sekarang juga dikenal dengan PAILKEM dengan penambahan kata Lingkungan. Ini membuktikan bahwa pembelajaran ini telah berkembang pesat di Indonesia sampai saat ini, hal ini dikarenakan merupakan sebuah pembelajaran yang mampu mengubah pembelajaran menjadi lebih efektif.

2.3. Karateristik PAIKEM
1. Berpusat pada peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Peserta didik menjadi subjek pembelajaran sehingga keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran tinggi. Tugas guru adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan waktu bagi peserta didik belajar secara aktif dalam mencapai kompetensinya.
2. Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap peserta didik. Peserta didik memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar yang beragam. Oleh karena itu dalam kelas dengan jumlah tertentu, guru perlu memberikan layanan individual agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta didiknya.
3. Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus menerus menerapkan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Peserta didik yang belum tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau melanjutkan pada kompetensi berikutnya.
4. Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta didik menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu guru perlu mendesain pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan atau konteks kehidupan peserta didik dan lingkungan. Berpikir kritis adalah kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi, dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality) dan ketajaman pemahaman (insigt) dalam mengembangkan sesuatu (generating). Kemampuan memecahkan masalah (problem solving) adalah kemampuan tahap tinggi siswa dalam mengatasi hambatan, kesulitan maupun ancaman.
5. Pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan multimedia sehingga memberikan pengalaman belajar beragam bagi peserta didik.

2.4. Prinsip PAIKEM
Adapun prinsip dalam PAIKEM sebagai berikut :
1. Mengalami : Peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental maupun emosional. Melalui pengalaman langsung pembelajaran akan lebih memberi makna kepada peserta didik dari pada hanya mendengarkan;
2. Komunikasi : Kegiatan pembelajaran memungkinkan terjadinya komunikasi antara guru dan peserta didik;
3. Interaksi : Kegiatan pembelajarannya memungkinkan terjadinya interaksi multi arah.
4. Refleksi : Kegiatan pembelajarannya memungkinkan peserta didik memikirkan kembali apa yang telah dilakukan. Proses refleksi sangat perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian proses pembelajaran.

2.5. Kelebihan dan kekurangan
a. Kelebihan PAIKEM
Dalam PAIKEM Peserta didik  belajar bekerja sama
PAIKEM mendorong Peserta didik  menghasilkan karya kreatif
PAIKEM menghargai potensi semua siswa
Peserta didik akan lebih termotivasi untuk belajar karena adanya variasi dalam proses pembelajaran
Peserta didik tidak jenuh dengan pembelajaran di kelas

b. Kekurangan PAIKEM
Membutuhkan dana, dalam pembelajaran PAIKEM, sering kita memakai media sehingga membutuhkan biaya yang lebih untuk menunjang proses pembelajaran.
Pengembangan RPP dalam pembelajaran PAIKEM, guru dituntut untuk kerja ekstra dalam pengembangan pembuatan RPP agar dapat menciptakan pembelajaran yang diinginkan.
Manajemen kelas, dalam pembelajaran ini guru harus selalu dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan.
Kurangnya kreatifitas guru dalam pembelajaran, guru cenderung malas untuk melakukan pembelajaran yang inovatif.

2.6. Langkah – langkah pembelajaran  PAIKEM
Dalam sistem belajar mengajar ini guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak dalam bentuk yang final, tetapi peserta didik diberi peluang untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan mempergunakan teknik pendekatan pemecahan masalah. Adapun langkah – langkah pembelajarannya sebagai berikut :
a. Simulation
Guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan atau menyuruh anak didik membaca atau mendengar uraian yang memuat permasalahan.


b. Problem statement
peserta didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. Sebagian besar memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajuakan.
c. Data collection
Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis itu, peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang releven, membaca literatur, mengamati obyek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.
d. Data processing
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
e. Verification atau pembuktian
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization
Tahap selanjutnya berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu.

2.7. Penerapan PAIKEM dengan menggunakan Metode Snowball Throwing
Penerapan PAIKEM yang berpusat pada siswa dapat diterapkan dengan berbagi metode pembelajaran, tetapi kami akan menerapkan PAIKEM dengan menggunakan Metode Snowball Throwing. Metode snowball throwing (melempar bola) merupakan jenis pembelajaaran yang didesain seperti permainan melempar bola. Metode ini bertujuan untuk memancing kreatifitas dalam membuat soal sekaligus menguji daya serap materi. Karena berupa permainan, Siswa harus dikondisikan dalam keadaan santai tetapi tetap terkendali tidak ribut, kisruh atau berbuat onar.

Langkah-langkah penerapan metode snowball throwing :
1. Guru memberikan materi mengenai aritmatika sosial diawal pembelajaran sebagai pengatar pembelajaran.
2. Setiap siswa diminta untuk membuat soal tentang aritmatika sosial, dan dikumpulkan ke guru.
3. Guru menguji kepahaman siswa melalui permainan snowball throwing.
4. Guru bersama siswa membuat perjanjian mengenai hukuman yang akan diberikan jika siswa tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan.
5. Guru menjelaskan aturan permainan :
a. Siswa diminta berbaris dan membentuk setengah lingkaran mengelilingi guru.
b. Saat guru memutar musik, guru melempar bola kepada siswa.
c. Siswa kemudian mengooper kepada siswa yang lain.
d. Saat musik berhenti, siswa yang terakhir memegang bola diwajibkan menjawab pertanyaan yang tadi telah dibuat oleh siswa yang lain.
e. Apabila siswa tersebut tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan maka siswa akan dikenakan hukuman yang telah disepakati bersama.
6. Setelah permainan berakhir guru memberikan refleksi atau kesimpulan dari pembelajaran hari ini.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
PAIKEM merupakan kepanjangan dari pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. PAIKEM merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap dan pemahaman dengan mengutamakan belajar sambil bekerja, guru menggunakan berbagai sumber belajar dan alat bantu termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar agar pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.
Penerapan PAIKEM dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan beragai metode pembelajaran, seperti snowball throwing, CTL, dll.

3.2. Saran
Melalui makalah pembelajaran inovatif mengenai pendekatan PAIKEM diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi para pembaca dalam menerapkan pembelajaran.













Daftar Pustaka

Agus Suprijono. (2009). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasan Fauzi Maufur. (2009). Sejuta Jurus Mengajar dan Mengasyikan. Semarang: PT. Sindua Press.
http://susilawatirahmadi.blogspot.co.id/2015/06/model-pembelajaran-paikem.html  (diakses pada 10 April 2016  08.00 WIB)
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Uno, Hamzah. 2012. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: Bumi Aksara.



Pendekatan PMRI 5 April 2016

Pendekatan PMRI
PENDEKATAN PMRI
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Inovativ II)



Lestariningsih, S.Pd. M.pd

Nama Anggota Kelompok:
1.      Ahmad Didit Chayono.    Nim: 1431005
2.      Aizzatur Rohmah              Nim: 1431009
3.      Anni’mah Manzila P         Nim: 1431014
4.      Imro’atus Sholichah          Nim: 1431038
5.      M. Arya Setiawan             Nim: 1431054
6.      Nia Erlita P.                      Nim: 1431056


STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website : http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016



KATA PENGANTAR


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Karena ridhonya kami bisa menyelesaikan tugas makalah Pembelajaran Inovatif II ini yaitu tentang Pendekatan PMRI. Makalah ini dibuat sebagai tambahan materi dari sumber buku mata kuliah Pembelajaran Inovatif II. Tugas makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pembelajaran Inovatif II.
Kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Lestariningsih, S.Pd. M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Pembelajaran Inovatif II, yang selalu memotivasi kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapakn terimakasih kepada teman-teman, yang telah bekerja keras membantu menyelesaikan tugas makalah ini. Tidak lupa kami juga berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membatu dalam memberikan sumber referensi makalah ini.
Dalam Penyusunan makalah ini tidak menutup kemungkinan terdapatnya kekurangan dalam pengerjaannnya. Untuk itu penulis mengharapakan kritik serta saran yang membangun. Supaya dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semuanya.



                                               


                                                                                                Sidoarjo, 26 Maret 2016
                                                                                       


                                                                                                            Penulis 



DAFTAR ISI


Kata pengantar.............................................................................................................    i
Daftar isi.......................................................................................................................   ii
BAB I   PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................   1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................   2
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................   2
D. Manfaat Penulisan...................................................................................................   2
BAB  II    PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah PMRI.................................................................................   3
B. Prinsip-Prinsip PMRI...............................................................................................   8
C. Karateristik PMRI...................................................................................................   10
D. Langkah – langkah pembelajaran PMRI ................................................................   12
E. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran PMRI ...................................................   13
F. Teori yang berkaitan dengan Pembelajaran PMRI ..................................................  14
G. Penerapan PMRI dalam pembelajaran matematika di kelas....................................   15

BAB  III   PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 20


BAB I

PENDAHULUAN


A.          Latar Belakang

Di lingkungan sekolah banyak pendapat yang mengatakan bahwa pengajaran matematika, khususnya di sekolah dasar, belum menekankan pada pengembangan daya nalar (reasoning), logika dan proses berpikir siswa. Pengajaran matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Selain itu, proses belajar mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode ceramah yang mekanistik, dengan guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas. Siswa mendengarkan, meniru atau mencontoh dengan persis sama cara yang diberikan guru tanpa inisiatif. Siswa tidak dibiarkan atau didorong mengoptimalkan potensi dirinya, mengembangkan penalaran maupun kreativitasnya.
Pembelajaran matematika juga seolah-olah dianggap lepas untuk mengembangkan kepribadian siswa. Pembelajaran matematika dianggap hanya menekankan faktor kognitif saja, padahal pengembangan kepribadian sebagai bagian dari kecakapan hidup merupakan tugas semua mata pelajaran di sekolah. Menghadapi kondisi itu, pembelajaran matematika harus mengubah citra dari pembelajaran yang mekanistis menjadi humanistis yang menyenangkan. Pembelajaran yang dulunya memasang kreativitas siswa menjadi yang membuka kran kreativitas. Pembelajaran yang dulu berkutat pada aspek kognitif menjadi yang berkubang pada semua aspek termasuk kepribadian dan sosial.
Salah satu inovasi pembelajaran matematika itu adalah pembelajaran yang mendasarkan pada penerapan “Pendidikan Matematika Realistik Indonesia” atau disingkat PMRI. PMRI mendasarkan pada teori pendidikan matematika yang dikembangkan di Belanda yang dinamakan “Realistics Mathematics Educations (RME)”. Kemudian dikembangkan dengan situasi dan kondisi serta konteks di Indonesia, maka ditambahkan kata “Indonesia” untuk memberi ciri yang berbeda. Prinsip dan karakteristik dasar dari PMRI tetap sama mendasarkan pada RME.

B.          Rumusan Masalah

1.         Apakah yang dimaksud dengan PMRI?
2.         Apa saja prinsip-prinsip yang ada dalam PMRI?
3.         Bagaimana karakteristik PMRI?
4.         Bagaimana langkah-langkah pembelajaran melalui pendekatan PMRI?

C.          Tujuan Penulisan

1.         Untuk menjelaskan pengertian serta sejarah PMRI.
2.         Untuk memaparkan apa saja prinsip-prinsip yang ada dalam PMRI.
3.         Untuk menjelaskan karakteristik PMRI.
4.         Untuk menjelaskan langkah-langkah pembelajaran melalui pendekatan PMRI.

D.          Manfaat Penulisan

2.         Dapat mengetahui prinsip-prinsip yang ada dalam PMRI.
3.         Dapat mengetahui karakteristik PMRI.
4.         Dapat mengetahui bagaimana langkah-langkah pembelajaran melalui pendekatan PMRI.












BAB II

PEMBAHASAN


A.          Pengertian dan Sejarah PMRI

PMRI digagas oleh sekolompok pendidik matematika di Indonesia. Motivasi awal ialah mencari pengganti matematika modern yang ditinggalkan awal 1990-an. Penggantinya hendaklah yang tidak menakutkan siswa, jadi ramah dan dapat menaikkan prestasi matematika siswa di dunia internasional. Di samping itu, matematika pada dasarnya bersifat demokratis, jadi wajar bila melalui matematika dapat ditanamkan budaya demokratis pada siswa. Pencarian yang lama akhirnya menemukan jawabannya lewat RME (Realistic Mathematics Education) yang diterapkan dengan sukses di Belanda dan juga di beberapa negara lain, seperti di Amerika Serikat (disebut Mathematics in Context).
RME dikembangkan oleh Freudenthal Instituut Belanda. Bentuk dari RME dikembangkan oleh Hans Freudenthal pada tahun 1977. Menurutnya, matematika harus dihubungkan dengan kenyataan, berada dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan masyarakat agar memiliki nilai manusiawi. Pandangannya menekankan bahwa materi-materi matematika harus dapat ditransmisikan sebagai aktifitas manusia (human activity). Pendidikan seharusnya memberikan kesempatan siswa untuk “reinvent” (menemukan/menciptakan) matematika melalui praktek (doing it). Dengan demikian dalam pendidikan matematika, matematika seharusnya tidak sebagai sistem yang tertutup tetapi sebagai suatu aktivitas dalam proses pematematikaan.
Dunia nyata pada PMRI digunakan sebagai awal dalam pengembangan ide dan konsep matematika. Menurut De Lange (dalam Hadi, 2005:20) pengembangan ide atau konsep matematika yang dimulai dari dunia nyata disebut pematematikaan konseptual. Treffers (dalam Hadi, 2005:20) membedakan dua macam pematematikaan, yaitu vertikal dan horizontal. Pematematikaan horisontal adalah siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya (mathematical tools) dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sedang pematematikaan vertikal adalah proses reorganisasi dalam sistem matematika itu sendiri, sebagai contoh menemukan cara singkat menemukan hubungan antara konsep-konsep dan strategi-strategi, dan kemudian menerapkan strategi-strategi itu. Singkatnya, pematematikaan horisontal berkaitan dengan perubahan dunia nyata menjadi simbol-simbol dalam matematika, sedangkan pematematikaan vertikal adalah pengubahan dari simbol-simbol ke simbol matematika lainnya (moving within the world of symbols). Meskipun perbedaan antara 2 tipe ini menyolok, tetapi tidak berarti bahwa 2 tipe tersebut terpisah sama sekali. Dua tipe tersebut sama-sama bernilai. Pemerintah Belanda mereformasikan pendidikan matematika dengan istilah “realistic” tidak hanya berhubungan dengan dunia nyata saja, tetapi juga menekankan pada masalah nyata yang dapat dibayangkan (to imagine). Jadi penekanannya pada membuat sesuatu masalah itu menjadi nyata dalam pikiran siswa. Dengan demikian konsep-konsep yang abstrak (formal), dapat saja sesuai dan menjadi masalah siswa, selama konsep itu dapat diterima oleh pikiran siswa. Dengan adanya dua jenis matematisasi tersebut, Treffers (dalam Amin, 2006:42) mengklasifikasi pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan intensitas kedua matematisasi tersebut, yaitu:
1.         Mekanistik
Mekanistik merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang lebih menekankan pada latihan, dan penghafalan rumus. Proses matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal tidak tampak.
2.         Strukturalistik
Strukturalistik merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang lebih menekankan pada matematisasi vertikal dan cenderung mengabaikan matematisasi horisontal.
3.         Empiristik
Empiristik merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang lebih menekankan pada matematisasi horisontal dan cenderung  mengabaikan matematisasi vertikal.
4.         Realistik
Realistik merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang menyeimbangkan matematisasi horisontal dan vertikal.




Menurut Treffers (dalam Streefland, 1991:32) dengan memperhatikan keberadaan matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal yang terdapat pada setiap pendekatan pembelajaran matematika, dapat dibuat tabel berikut.
Pendekatan
Matematisasi
Harisontal
Vertikal
Mekanistik
Strukturalistik
+
Empiristik
+
Realistik
+
+
Treffers (dalam Streefland, 1991:32)
Keterangan:
Tanda + menunjukkan komponen matematisasi yang banyak diperhatikan.
Tanda – menunjukkan komponen matematisasi yang kurang atau tidak diperhatikan.
Salah satu permasalahan terbesar dengan matematika modern ialah menyajikan matematika sebagai produk jadi, siap pakai, abstrak dan diajarkan secara mekanistik: guru mendiktekan rumus dan prosedur ke siswa (Fauzan, 2002). Fauzan mengamati di kelas bahwa banyak murid menggunakan prosedur tanpa memahaminya. PMRI merupakan suatu gerakan untuk mereformasi pendidikan matematika di Indonesia. Reformasi pendidikan matematika beralaskan dua tiang: pertama adalah kemampuan guru menciptakan budaya kelas yang berorientasi permasalahan dan mengajak siswa dalam pelajaran yang bersifat interaktif, dan yang kedua ialah merancang kegiatan pelajaran yang dapat mendorong penemuan kembali matematika bersama dengan kemampuan guru menolong proses penemuan kembali (Gravemeijer, 1994). Faktor utama yang menjadi perhatian dalam melakukan reformasi ini adalah guru dan dosen yang harus bekerja sama. Mereka dipersiapkan melalui workshop yang meliputi kegiatan menyiapkan bahan ajar yang kontekstual, bagaimana mengatur siswa bekerja dalam kelompok dan memandu diskusi kelas, tidak menggurui tapi mendorong siswa berani mengeluarkan pendapat, dsb. Dosen didorong turun ke sekolah dan memandu pertemuan berkala antar guru. Workshop selalu mengacu pada kegiatan di kelas. Sebelum workshop, Tim PMRI dan konsultan Belanda melakukan kunjungan ke sekolah dan melakukan observasi di kelas. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di kelas dirancang kegiatan workshop dan perserta diajak mencari solusinya.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas (Hadi, 2003).
 Berdasarkan pemikiran tersebut, menurut Gravemeijer (dikutip Hadi, 2003) PMR mempunyai ciri antara lain, bahwa dalam peroses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan menurut Lange (dikutip Hadi, 2003) bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia nyata”
Menurut Blum dan Niss (dikutip Hadi, 2003) Dunia riil adalah segala sesuatu diluar matematika. Ia bisa berupa mata pelajaran lain selain matematika, atau bidang ilmu yang berbeda dengan matematika, atau pun kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita.
Dalam PMRI, dunia nyata (real world) dapat dimanfaatkan sebagai titik awal pengembangan ide dan konsep matematika. Blum dan Niss (dikutip Kemendiknas, 2010) menyatakan “real world  is the world outside mathematics, such as subject matter other than mathematic, or our daily life and environment” artinya, dunia nyata adalah segala sesuatu diluar matematika seperti pada pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sementara itu, Lange (dikutip Kemendiknas, 2010) menyatakan : “Real world as a concrete real world which is transferred to students through mathematical application” artinya, dunia nyata sebagai suatu dunia yang kongkret yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika
PMRI juga menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik. Siswa disajikan masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi realistik. Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME), teori pembelajaran yang dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970-an oleh Hans Freudenthal.  Sejarahnya PMRI dimulai dari usaha mereformasi pendidikan matematika yang dilakukan oleh Tim PMRI (dimotori oleh Prof.  RK Sembiring dkk) sudah dilaksanakan secara resmi mulai tahun 1998, pada saat tim memutuskan untuk mengirim sejumlah dosen pendidikan matematika dari beberapa LPTK di Indonesia untuk mengambil program S3 dalam bidang pendidikan matematika di Belanda.Selanjutnya ujicoba awal PMRI sudah dimulai sejak akhir 2001 di delapan sekolah dasar dan empat madrasah ibtidaiyah.  Kemudian, PMRI mulai diterapkan secara serentak mulai kelas satu di Surabaya, Bandung dan Yogyakarta. Setelah berjalan delapan tahun, pada tahun 2009 terdapat 18 LPTK yang terlibat, yaitu 4 LPTK pertama ditambah UNJ (Jakarta), FKIP Unlam Banjarmasin, FKIP Unsri Palembang, FKIP Unsyiah (Banda Aceh), UNP (Padang), Unimed (Medan), UM (Malang), dan UNNES (Semarang), UM (Universitas Negeri Malang), dan Undiksa Singaraja, Bali, UNM Makassar, UIN Jakarta,Patimura Ambon, Unri Pekan Baru, dan Unima Manado.  Selain itu juga ada Unismuh, Uiversitas Muhamadiyah Purwokerto  dan STKIP PGRI Jombang. Jumlah sekolah yang terlibat, dalam hal ini disebut sekolah mitra LPTK tidak kurang dari 1000 sekolah.
Pada suatu kesempatan tahun 1994, Robert Sembiring dan Pontas Hutagalung menghadiri Regional Conference of ICMI (International Commission on Mathematical Instruction) di Shanghai China. Pada konferensi tersebut Prof Jan de Lange (saat itu Direktur Institut Freudenthal, Utrecht, Belanda) sebagai invited speaker memaparkan tentang RME. Sembiring segera menyadari bahwa RME lah yang selama ini ia cari. Kepada beberapa peserta konferensi yang lain ia menanyakan tentang RME.
Sekembali dari China, Sembiring mengontak beberapa pakar pendidikan matematika di tanah air, seperti Prof R Soedjadi (UNESA), Prof Rusefendi (UPI), Prof Suryanto (UNY), dan Dr Yansen Marpaung (USD), untuk mencari langkah mempelajari lebih dalam RME, dan kemungkinan penerapannya di Indonesia. Mereka ternyata mempunyai visi yang sama, terutama dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan matematika di tanah air. Bahkan lebih jauh dari itu mereka mempunyai visi yang sama untuk menanamkan prinsip-prinsip demokrasi melalui pembelajaran matematika.
Dalam PMRI, siswa dibiasakan untuk mengangkat tangan, dan mengangkat tangan apabila mereka benar-benar mengerti jawaban. Guru diajarkan untuk menunjuk seorang siswa di antara mereka yang mengangkat tangan. Siswa diajarkan untuk berbicara setelah diberi kesempatan. Mereka juga dibiasakan untuk mendengarkan satu sama lain, menghargai perbedaan, dan membahas perbedaan pendapat di antara mereka.
Sembiring menambahkan: Itulah demokrasi. PMRI mengajarkan prinsip-prinsip demokrasi.

B.          Prinsip-Prinsip PMRI

Prinsip pada pendekatan PMRI dikemukakan oleh Gravemeijer (1994:90). Tiga prinsip tersebut, yaitu:
1.         Guided Reinvention (menemukan kembali) / Progressif Mathematizing (matematisasi progresif)
Prinsip PMRI yang pertama adalah menemukan kembali secara terbimbing konsep-konsep matematika melalui matematisasi secara progresif. Disini siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendorong atau mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. Penemuan kembali dapat dilakukan dengan pemberian suatu masalah kontekstual yang mempunyai solusi tidak tunggal. Kegiatan selanjutnya adalah matematisasi prosedur permasalahan dan perancangan rute belajar sehingga siswa menemukan sendiri konsep matematika yang akan dipelajarinya (Amin, 2006:43).
2.         Didactical Phenomenology (Fenomenologi didaktik)
Berdasarkan prinsip fenomenologi didaktik ini, pemilihan permasalahan kontekstual yang digunakan dalam pembelajaran PMRI didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) mempertimbangkan kepantasan suatu permasalahan kontekstual digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses matematisasi progresif.
Konsep matematika didapat dari proses menggeneralisasi dari penyelesaian masalah yang diberikan. Dari setiap penyelesaian siswa dituntut untuk menyimpulkan berdasarkan jawaban yang telah mereka peroleh. Oleh karena itu pada PMRI siswa mencoba mencapai dan merangkai penyelesaian masalah untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri.
3.         Self Developed Models (model yang dikembangkan sendiri)
Pada prinsip ini, model yang dibangun berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan formal dalam matematika. Siswa diberi kebebasan membangun sendiri model matematika pada penyelasaian masalah kontekstual yang diberikan. Hal tersebut tentunya mengarah pada munculnya berbagai macam model yang dibangun oleh siswa. Model-model tersebut diharapkan pada akhirnya mengarah pada bentuk matematika formal setelah melalui proses matematisasi.
Sejalan dengan konsep asalnya, menurut Marpaung (dikutip Kemendiknas, 2010) PMRI dikembangkan dari tiga prinsip dasar yang mengawali RME, yaitu guided reinvention and progressive mathematization (penemuan terbimbing dan matematisasi progresif), didactical phenomenology (fenomologi didaktis), serta self developed models (model dikembangkan sendiri). Prinsip PMRI menurut Heuvel-Panhuizen dikutip Kemendiknas (2010: 10) adalah sebagai berikut.
a.         Prinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika.
b.        Prinsip relitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah yang relistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.
c.         Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matemtika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau relistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.
d.        Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik.
e.         Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya dalam menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan itu serta menanggapinya.
f.         Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan untuk menemukan (reinvention) pengetahuan matematika terbimbing.

C.          Karateristik PMRI

Berdasarkan prinsip di atas pembelajaran dengan PMRI memiliki lima karakteristik (Amin, 2006:46), yaitu:
1.         Penggunaan konteks (The use of context)
Pembelajaran diawali dengan penggunaan masalah nyata. Masalah nyata yang dimaksud bukan hanya berarti “konkret” tetapi dapat juga sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa. Jadi pembelajaran berlangsung dengan membuat hubungan sesuatu yang dipahami oleh siswa dengan sesuatu yang akan dipelajarinya (Siswono, 2006).
Penggunaan dunia nyata di awal pembelajaran berfungsi sebagai wahana untuk membangun konsep secara mandiri oleh siswa. Membangun konsep sendiri merupakan prinsip utama dalam pembelajaran matematika. Hal ini bertentangan dengan anggapan yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah penyerapan pengetahuan yang diberikan atau dipresentasikan oleh orang lain (Amin, 2006:47).
Dalam pembelajaran ini siswa berusaha untuk menyelesaikan masalah secara mandiri dan berkelompok. Permasalahan ini diselesaikan melalui sebuah tahapan yaitu masalah diartikan sebagai kalimat matematika, memecahkan dengan aturan-aturan matematika, dan pada akhirnya dikembalikan pada situasi nyata (Gravemeijer, 1994). Proses matematisasi sebagai sebuah siklus, yang diilustrasikan seperti gambar di bawah ini.

(De Lange dalam Amin, 2006: 47)
Gambar 2.1 Siklus proses matematisasi
Berdasarkan gambar di atas dapat kita ketahui bahwa matematisasi diawali dari permasalahan nyata atau kontekstual. Selanjutnya melalui abstraksi dan formalisasi siswa dapat mengembangkan konsep menjadi lebih lengkap. Pada akhirnya siswa dapat mengaplikasikan konsep matematika yang diperolehnya ke dunia nyata. Dengan penggunaan dunia nyata, pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna (Amin, 2006:47).
2.         Penggunaan model
Model yang digunakan siswa dalam proses pembelajaran dapat berupa model dari situasi yang diberikan atau model yang dikembangkan oleh siswa itu sendiri. Model tersebut digunakan sebagai jembatan dari pengetahuan matematika informal ke matematika formal.
3.         Penggunaan produksi dan konstruksi siswa
Siswa diharapkan mengembangkan dan menemukan sendiri strategi penyelesaian masalah dengan cara mereka sendiri yang mengarah pada pengkonstruksian prosedur penyelesaian masalah. Disini guru dapat membimbing siswa untuk menemukan konsep formal.
4.         Interaktivitas
Pembelajaran berlangsung secara interaktif yang didominasi oleh aktivitas siswa. Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa serta siswa dengan perangkat pembelajaran merupakan hal yang penting dalam PMRI. Proses belajar mengajar berlangsung secara interaktif, dan siswa menjadi fokus dari semua aktivitas di kelas. Kondisi ini mengubah otoritas guru yang semula sebagai satu-satunya pusat dan sumber pengetahuan menjadi seorang pembimbing dalam proses pembelajaran.

5.         Jalinan antar unit matematika
Hal yang penting dalam PMRI adalah jalinan antar unit dalam matematika. Struktur dan konsep dalam matematika saling terkait. Pembelajaran matematika menjadi lebih efektif karena keterkaitan antara struktur dan konsepnya. Oleh karena itu jalinan antar unit memudahkan siswa untuk menyelesaikan masalah (Amin, 2006:58).

D.          Langkah-langkah pembelajaran PMRI

Menurut Hobri (2005: 102) terdapat lima langkah dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan PMRI, yaitu:
Langkah 1: Memahami konteks
Pada awal pembelajaran, guru mengajukan masalah realistik kemudian siswa diminta menyelesaikan masalah tersebut. Guru hendaknya memilih masalah yang mempunyai cara penyelesaian yang divergen, mempunyai lebih dari satu jawaban yang mungkin, dan juga memberi peluang untuk memunculkan berbagai strategi pemecahan masalah. Diharapkan dalam menyelesaikan permasahan realistik, siswa mengerjakan dengan caranya sendiri sehingga konsep yang diterima siswa akan lebih bermakna.
Langkah 2 : Memikirkan atau memilih model yang tepat untuk menyelesaikan masalah
Pada langkah ini, guru meminta siswa menjelaskan atau mendeskripsikan permasalahan yang diberikan dengan pemahaman mereka sendiri. Siswa dilatih untuk bernalar dan memilih model yang tepat.
Langkah 3: Menyelesaikan masalah realistik
Pada langkah ini, siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan masalah realistik yang diajukan guru. Siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan penyelesaian masalah atau berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Pada tahap ini dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan seperlunya (scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan.
Langkah 4: Membandingkan dan mendiskusikan penyelesaian masalah
Pada langkah ini, diharapkan siswa mempunyai keberanian untuk menyampaikan pendapat tentang hasil diskusi yang telah dilakukan ke depan kelas. Pada saat presentasi, diharapkan setiap kelompok aktif dalam pembelajaran, baik yang mempresentasikan maupun yang menanggapi hasil diskusi.
Langkah 5: Menegosiasikan penyelesaian masalah
Setelah terjadi diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari.

E.          Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran PMRI
1.         Kelebihan pembelajran pendekatan PMRI
Menurut Suwarsono (dikutip Hadi, 2003) kelebihan pembelajaran pembelajran pendekatan PMRI antara lain:
a.    Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
b.    Matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh orang lain tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar matematika.
c.    Cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan yang lainnya.
d.   Mempelajari  matematika peroses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajarai metematika orang harus menjalani sendiri peroses itu dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan guru.
e.    Memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain yang juga dianggap unggul yaitu antara pendekatan pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran yang berbasis lingkungan. 
2. Kelemahan pembelajaran matematika realistic
Kelemahan pembelajaran realistik menurut Suwarsono (dikutip Hadi, 2003), yaitu:
a.   Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak terlalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa.
b.   Penilaian dan pembelajaran matematika realistik lebih rumit daripada pembelajaran konvensional
c.   Pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu peroses berfikir siswa.
3. Cara mengatasi  kelemahan pembelajaran matematika realistik dapat dilakukan upaya-upaya antara lain :
a.   Memodifikasi semua siswa untuk dalam kegiatan pembelajaran
b.   Memberikan bimbingan kepada siswa yang memerlukan.
c.   Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk dapat menemukan dan memahami konsep.
d.   Mengguanakan alat peraga yang sesuai sehingga dapat membantu peroses berfikir siswa maka pembelajran matematika dengan pendekatan realistik dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep matematika.

F.           Teori yang berkaitan dengan Pembelajaran PMRI
Teori yang terkait dengan Pembelajaran PMRI adalah teori Piaget. Piaget mengemukakan bahwa ada tiga aspek perkembangan itelektual yaitu struktur, isi, fungsi. Struktur merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya.
Isi adalah pola prilaku khas anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi. Sedangkan fungsi ialah cara yang digunakan amak untuk membuat kemajuan intelektual.
Penerapan dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1.    Memusatkan perhatian pada proses berpikir anak, bukan sekedar pada hasilnya.
2.    Menekankan pada pentingnya peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran.
3.    Memaklumi adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya khusus untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu atau kelompok-kelompok kecil. Maka dapat disimpulkan bahwa PMRI sangat terkait dengan teori Piaget, karena PMRI menekankan pada proses berpikir siswa serta memperhatikan keterlibatan siswa secara individu dalam menyelesaikan masalah kontekstual bukan hanya pada hasil belajarnya sebagaimana diungkapkan dalam teori Piaget.






G.           Penerapan PMRI dalam pembelajaran matematika di kelas

Kelas                  : VII
Semester            : I (satu)
Materi                : Perbandingan

a)      Keterkaitan pembelajaran pada materti perbandingan ini dengan 3 prinsip-prinsip PMRI,yaitu:
1.  Menggunakan konteks baju seragam sekolah merupakan fenomena-fenomena mendidik yang mengandung konsep matematika materi perbandingan. Siswa diberi kesempatan untuk mengkontruksi konsep-konsep matematika atau mengalami sendiri proses yang sama saat mereka melakukan pengukuran dan membuat ukuran pola baju sebenarnya dan bukan pola baju sebenarnya (digambar ukuran kecilnya).
2.  Dari konteks tersebut dapat dijadikan bahan dalam pembelajaran matematika yang berangkat dari keadaan yang real bagi siswa sebelum mencapai tingkatan-tingkatan matematika formal.
3.  Adanya model berupa gambar pola baju pada buku mereka. Membandingkan pola baju sebenarnya berdasarkan hasil pengukuran dan pola baju yang digambar pada buku mereka, berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal.

b)      Keterkaitan Pembelajaran pada materi Perbandingan ini dengan  kelima karakteristik PMRI, yaitu:
1. Menggunakan konteks
Konteks yang digunakan adalah baju seragam sekolah dan pola baju ukuran sebenarnya. Penggunaan konteks tersebut bertujuan agar proses berfikir siswa terjadi sehingga dengan menggunakan baju seragam yang dipakainya dia dapat melakukan proses pengukuran dengan benar dan memperoleh angka-angka yang tepat untuk membuat pola baju.
2.   Menggunakan model
Pola baju yang digambar dengan ukuran kecil adalah merupakan model. Dengan menggunakan model pola baju siswa dapat melakukan perbandingan dari angka-angka yang mereka peroleh sendiri dari hasil pengukuran yang mereka lakukan terhadap salah satu teman mereka dalam satu kelompok.
3. Menggunakan kontribusi siswa
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari kontribusi siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke arah yang lebih formal. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja, berpikir dan mengkomunikasikan pendapat mereka dan guru hanya bertindak sebagai pembimbing (fasilitator), moderator dan evaluator.
4. Interaktivitas
Guru sebagai fasilitator memberikan arahan/petunjuk untuk mengatur mereka sehingga siswa dapat berberinteraksi antara sesama siswa, siswa dengan guru, baik dalam diskusi, kerjasama dan evaluasi.
5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.
Dengan melakukan pengukuran, siswa dapat membuat pola baju, dan membuat gambar tak sebenarnya pada kertas gambar. Ini sangat menarik bagi siswa sebab akan berkembang dengan membuat model (desain) baju dan hal ini berhubungan dengan pelajaran keterampilan.

c)        Langkah – langkah
1.      Kegiatan Awal
A.     Sebelum proses pembelajaran siswa diminta menyiapkan :
a.       Koran
b.      Gunting
c.       Skala meteran
d.      Pensil
e.       mistar 
B.     Guru menunjukkan kepada siswa baju seragam siswa
Diberikan 4 (empat) buah foto yaitu:
·   orang lagi menjahit
·   anak berpakaian baju sekolah
·   orang lagi mengukur
·   pola baju
Dari keempat foto tersebut siswa diminta untuk mengurutkannya, dan menceritakan kejadian di atas.
2. Kegiatan Inti
A. Siswa diminta untuk menggambar desain Baju sesuai dengan ide mereka masing-masing
B.  Kemudian Siswa dibentuk dalam beberapa kelompok di mana setiap kelompok terdiri dari 4 orang Siswa.
C.Untuk tiap kelompok siswa masing-masing melakukan pengukuran pada salah seorang siswa yang berada pada kelompoknya dengan instruksi sebagai berikut
a. Punggung,
Diukur dari tulang leher belakang yang menonjol kebawah  sampai dibawah ban  pinggang.
b.      Lebar bahu,
Diukur dari lekuk leher di bahu atau bahu yang paling tinggi sampai titik bahu  yang terendah atau paling ujung.
c. lebar punggung
Diukur dari pertengahan kedua pangkal lengan bagian belakang dari kiri – kanan
d. Panjang lengan pendek
Diukur dari puncak lengan ke bawah sampai kira-kira 3 cm di atas siku.
 Siswa diminta mencatatlah hasilnya dan mengisi titik-titik di bawah ini:
  1. Ukuran punggung = …… cm
  2. ukuran lebar bahu = ……..cm
  3. ukuran lebar punggung =……cm
  4. Panjang lengan =……. Cm
·         Dengan menggunakan ukuran tersebut siswa diminta untuk membuat polanya pada kertas Koran.
·         Pola baju yang di buat tadi di buat lagi gambarnya dalam ukuran kecil kemudian diukur panjang punggung, lebar bahu, lebar punggung, dan   panjang lengannya dengan menggunakan mistar.
  • Membandingkan ukuran pada pola di gambar dengan hasil ukuran yang sebenarnya.
Dengan mengisi titik-titik di bawah ini:
  1. Ukuran punggung = …… cm : …… cm  = …..  : ….
  2. Ukuran lebar bahu = …… cm : …… cm  = ….. : ….
  3. Ukuran lebar punggung =……cm : ….cm = …. : ….
  4. Panjang lengan = ….. cm : … = ….. cm : …. : ….
  • Lalu masing-masing kelompok menyimpulkan hasilnya dan menjelaskannya (dari kegiatan ini akan diperoleh  konsep apa itu Skala)
  • Diberikan 2 contoh gambar baju seragam sekolah dengan ukuran yang berbeda
  •  Diminta membandingkan gambar tersebut
  1. Bandingkan ukuran panjang lengan kiri nya =
  2. Bandingkan ukuran lebar baju =
  3. Hubungkan a) dan b) maka akan didapat
·         Yang akhirnya diperoleh bentuk umum perbandingan
3.  Penutup
·         Siswa diminta mempresentasikan hasil kelompok mereka.
·         Guru memberikan PR









BAB III

PENUTUP

Simpulan

Pendekatan PMRI yang dimaksud merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mengungkapkan pengalaman dan kejadian yang dekat dengan siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan matamatika (Kemendiknas, 2010).
Proses pembelajaran dalam PMRI  mengutamakan student oriented, tidak lagi teacher oriented. Siswa aktif, bebas menyampaikan pendapat pada waktu pembelajaran berlangsung atau pada waktu berdiskusi baik dengan guru atau siswa lain. Peran guru sebagai fasilitator dan motivator yang membimbing jalannya pembelajaran bukan menjelaskan semua konsep materi.guru membimbing memberi motivasi dan membantu siswa (secara terbatas) selama pembelajaran berlangsung sampai siswa dapat menarik suatu kesimpulan dari materi yang dipelajari.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa PMRI merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah nyata atau kontekstual. Pada waktu pembelajaran, siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapat atau ide, menghadapi ide siswa lain, menggunakan gambaran atau simbol dalam memecahkan masalah kontekstual yang dihadapi sebagai akibat dari pengalaman siswa dalam berinteraksi dengan dunia nyata. Proses PMRI menggunakan masalah kontekstual sebagai titik awal dalam belajar matematika. Dalam hal ini siswa melakukan aktivitas matematika horizontal, yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa




DAFTAR PUSTAKA


Amin, Siti Maghfirotun. (2006). Pengembangan Buku Panduan Guru untuk Pembelajaran Matematika yang Melibatkan Kecerdasan Intrapribadi dan Interpribadi. Surabaya: Disertasi. Tidak dipublikasikan.
Fauzan, A. (2002). Applying Realistic Mathematics Education In Teachin Geometry In Indonesian Primary Schools. Doctoral dissertation. Enschede: University of Twente.
Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute.
Hadi, Sutarto. (2003). Paradigma Baru Pendidikan Matematika. Banjarmasin:  FKIP Universitas Mangkurat.
Hadi, Sutarto. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.
Hobri, M.Pd. (2005). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk Guru dan Praktisi. Malang: Pena Salsabila
Kemendiknas. (2010). Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik di SMP. Yogyakarta: Kemendiknas
Siswono, Tatag Yuli Eko. (2006). PMRI: Pembelajaran yang Mengembangkan Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa. Makalah Workshop Pembelajaran Matematika di MI Nurur Rohmah tanggal 8 Mei 2006.
Streefland, Lees. (1991). Realistic Mathematics Education in Primary School. Utrech: Freudenthal Institute.
Sutarto Hadi. (2010). Kisah Hubungan Dua Bangsa Memajukan Pendidikan Matematika. https://p4mriunlam.wordpress.com/2010/01/26/buku-a-decade-of-pmri-in-indonesia/. Diakses pada tanggal 08 April 2016 pukul 21.22.