Senin, 25 Januari 2016

MENGORKESTRA PEMBELAJARAN EMOTIF

Orchestra kelas.

“dengan hanya memberikan intruksi langsung (penyampaian pembelajaran)saja ingatan audien akan menurun dengan cepat;tetapi dengan menambahkan peralatan pendukung dalam ruangan, maka akan membantu memudahkan dalam mengingat subyek spesifik, selain itu ingatan juga bertahan lama” Eric Jensen

Potret keberadaan guru terus dipajang dalam fenomena perubahan paradigma. Kesederhanaan kehidupan si Oemar Bakri mulai dipertanyakan. Guru tidak lagi identik dengan sepeda tua, tas hitam dari plastic, seragam lusuh. Tapi telah terwujud guru-guru dengan tatapan tegak penuh keyakinan. Sepeda tua telah tergantikan. Seragam dekil telah musnah. Kini telah terlahir guru professional. Guru yang lengkap dengan empat kompetisi; kompetisi akademik, kompetisi paedagogik, kompetisi social, dan kompetisi kepribadian. Guru-guru yang telah tersertifikasi.
            Keprofesionalan guru tetaplah diukur dari tugas guru. Seorang guru yang mampu mengorkestra kelas, mempunyai persiapan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dengan multi metode, multimedia, dan mampu memberikan penilaian yang lebih akurat. Uniknya kadang ada interprestai terbalik. Guru professional adalah guru yang gajinya dua kali lipat . guru aktif mengikuti berbagi kegiatan pengembangan karena ingin gaji. Lebi parah lagi, jika setelah tersertifikasi dengan penambahan kesejahteraan maka tugas pokok terabaikan.
            Profesionalisme guru diharapkan akan memberikan pencerahan dunia pendidikan. Anak-anak akan terlayani pembelajarannya dengan optimal. Guru-guru memahami gaya belajar anak. Guru-guru mengerti berbagai kecerdasan masing-masing murid. Guru yang mau berbagai dengan muridnya. Jika demikian, bangsa ini menjadi cerdas sesuai dengan karakteristiknya.
Apakah yang mamapu kita lihat, kita dengarkan, dan kitarasakan ketika pertunjuk orchestra beraksi ? betapa perpaduan bunyi dan gerak serta warna menghasilkan sebuah estetika pertunjukan. Berbagai alat music melahirkan sebuah irama. Alat-alat itu mampu menghasilkan warna suara yang khas. Tapi, pasti terlintas bahwa dalam pertunjukan itu ada seorang diregen. Tanpa diregen alat music itu berbunyi tanpa irama yang jelas. Pertunjukan itu tidak berhasil. Diregen pembelajaran adalah guru. Bahkan, guru juga merangkap perlengkapan, piñata panggung, piñata pencahayaan dan sebagainya. Guru juga seorang instruktur pertujukan itu.
            Bruce joyce (2009) merujuk Gagne menegaskan bahwa fungsi struktur adalah menyediakan kondisi-kondisi yang akan menambah kemungkinan siswa memiliki performent khusus dan berciri khas. Salah satu kondisi pendukung pembelajaran adalah kelas. Kelas adalah tempat pelaksanaan proses pembelajaran yang paling sering digunakan. Kelas adalah panggung pertunjukan. Semua siswa dan guru terlibat dalam konteks belajar  dalam kelas. Tentu saja guru adalah sutradara sekaligus actor. Guru harus mampu menciptakan scenario dan setting pertunjukan pembelajaran. Bahkan guru harus mampu juga merancang dan menyiapkan segenap property pembelajaran. Sungguh sebuah pertunjukan yang memuakkan ketika kelas tampak begitu lelah dan membosankan. Apalagi jika konteks pertunjukan pembelajaran itu tampat begitu rutin. Pertunjukan pembelajaran berlangsung tanpa kejutan emosi. Hasilnya siswa merasa jenuh dan hambar dalam kelas. Emosi siswa tertuju kapan pertunjukan ini akan berakhir.
            Layaknya sebuah pertunjukan, kelas harus mampu menghasilkan sebuah estetika. Kelas terasa mempesona siapa saja yang berada didalamnya. Kelas demikian pasti akan membuat betah para siswa. Kelas menjadi tanpa pesona tentu saja buah dari creator sutradara sekaligus aktornya guru. Guru hanyalah orator tunggal tanpa sentuhan multi komunikasi. Guru tak ubahnya majikan yang memberikan sejumlah perintah. Suara guru monoton. Guru tampak lelah tanpa energy. Guru tidak memanfaatkan panggung kelas secara optimal. Kelas tanpa warna apalagi ilustrasi music. Kadang guru adalah eksekutor baik dan buruk, benar dan salah. Guru hanya menawarkan sejumlah sanksi tanpa reward. Estetika kelas tak ubahnya menjadi pengadilan atau ruang interogasi.
Faktor yang paling menentukan terciptanya orchestra pembelajaran adalah mind set dan kemauan guru. Mind set guru merupakan pondasi utama terciptanya pesona kelas. Motivasi guru memberikan energy pada kinerja. Bawah sadar guru sudah mengatakan bahwa saya akan mengorkestra pembelajaran. Bawah sadar itu akan membimbing dan memotivasi energy guru untuk terus mengaktualkan diri. Motivasi guru itu menciptakan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran akan terlihat dari beberapa indicator diantaranya :
1.        Kemampuan guru membuat perencanaan pembelajaran.
2.       Kemampuan melaksanakan pembelajaran.
3.       Sekaligus mengorkestra pembelajaran.
4.      Kemampuan melaksanakan evaluasi.
5.       Kemampuan dan kemauan untuk mengembangkan diri.
Kemauan guru faktor penentu terciptanya orchestra pembelajaran. Kemauan ituakan melahirkan dorongan untuk berbuat. Guru akan terus berkreasi. Kreativitas itu tidak hanya terkait pada materi pembelajaran, tetapi menckaup penyajian dan kondisi-kondisi pendukung pembelajaran. Guru akan berusaha mendesainpembelajaran berdasarkan referensi-referensi terkait pembelajaran. Pembelajaran akan bernuansa sntak-sintak pembelajaran aktif. Bernagai referensi terkait pembelajran seperti ; konstruktivisme, psikologi kognitif, behaviorisme, CTL, PAIKEM, mastery larning, standar proses, standard penilaian dan sebagainya akan terimplementasikan.
Orchestra pembelajaran yang menarik terindikasi sebagai berikut. Perlunya penataan setting kelas. Penyertaan property pertunjuka.perlunya music pendukung. Guru sebagai sutradara sekaligus actor. Siswa mampu memegang peran dalam dalam konteks pembelajaran. Suasana pembelajaran terasa indah dan gembira. Pembelajaran memunculkan kesan mendalam diri siswa. Hasil pembelajaran dapat masuk dalam tataran bawah sadar (Sub Conscious Mind) siswa. Novian (2010) menyatakan dengan mengopyimalkan bawah sadar maka akan meningkatkan kecerdasan yang luar biasa. Itulah harapan sebuah orchestra pembelajaran yang menghipnotis.
Pembelajaran yang menghipnotis tak lepas dari lingkungan. Eric Jensen (2008) menyatakan bahwa lingkungan yang mempengaruhi prmbrlajaran terdiri atas: opsi pengaturan tempat duduk, alat bantu manipulative, music, pilihan warna, tanaman, aroma, pencahayaan, ionisasi (sirkulasi), objek-objek konkret. Meskipun sekolah tidak mampu mencukupi semuanya, paling tidak indicator-indikator setting dan property ini dipahami oleh guru. Pergeseran tempat dududk membuat siswa tidak bosan melihat blocking kelasnya. Kalupun tempat duduknya berat, guru dapat mengubah posisi siswa. Perubahan posisi ini akan merangsang otak untuk lebih aktif.
Kemampuan sutradara kelas menghadirkan alat bantu manipulative sangat membantu otak siswa untuk dapat belajar optimal. Gambar hidup yang konkret merupakan alat paling baik memasukkan informasi. Pendapat itu berdasarkan beberapa kesimpulan sejumlah ilmuwan neurologi yaitu :
1.        Otak punya bias atensi untuk hal-hal yang sangat kontras dan baru.
2.       Sembilan puluh persen (90%) dari masukan sensori otak adalah sumber visual.
3.       Otak mempunyai respons yang segera dan primitive terhadap symbol, ikon, dan gambar sederhana lain.
Keberadaan ICT tidak boleh dikesampingkan. Guru diharapkan paham teknologi. Ketersediaan berbagai bahan pembelajran baik lewat internet mauoun realitas lingkungan pada dasarnyadapat dimanipulasi di hadapan siswa. Penggunaan camera digital dalam konteks tertentu dapat digunakan guru untuk property pertunjukan pembelajaran. Lengkapi kelas kita dengan karya seni, poster, atau mural. Bahkan kalau perlu foto kelas dan film. Kondisi ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip verbal (talk only) belum mencukupi untuk mengoptimalkan belajar.
            Tentu saja sebuah estetika pesona kelas perlu adanya music. Penggunaan music dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan memori, kognisi, konsentrasi, dan kreativitas. Saat pembelajaran berlangsung guru dapat menggunakan musik pengiring. Tentu saja sutradara harus memahami kapan musik itu dimunculkan, jenis musik dsb. Kalau perlu libatkan siswa dalam memilih musik. Memang perlu diingat pula berhati-hatilah dalam menggunakan musik, terlau banyak musik akan membuat kurang indahnya pesona kelas. Bagaimanapun juga keberanian memunculkan musik dalam pembelajaran tertentu mengurangi dominasi ceramah guru.
            Energy wrna dalam setting pertunjukan selain mampu membangkitkan gairah emosijuga menghasilkan efek estetis. Demikian juga warna-warna yang perlu ada dalam kelas kita. Pilihan warna ini dapat terkait dengan dinding-dinding kelas, gambar, papan tulis, alat tulis ataupun pajangan-pajangan kelas. Pembelajaran akan lebih optimal jika kita memilih diantara warna kuning, oranye muda, cokelat muda, atau semu putih. Warna-warna tersebut mampu menstimulasi perasaan positif. Walker dalam Eric Jansen (2008).
            Masyarakat sering menanam berbagai jenis bunga di dalam ruang. Selain menambah keindahan tanaman dapat menyegarkan lingkungan. Menghadirkan tanaman di dalam kelas tentu akan mendapatkan manfaat yang sama. Kesegaran ruang kelas sebagai tempat pembelajaran menciptakan lingkungan yang bersahabat dengan otak para pembelajar. Wolverton dalam Jansen menyatakan bahwa Para Ilmuwan di NASA telah menemukan bahwa penggunaan tanaman dapat menciptakan pembelajaran dan lingkungan berfikir yang lebih baik (ibid:102) kondisi serupa dapat kita aplikasikan dalam kelas.
            Aroma di kelas dapat meningkatkan kondisi otak siswa dalam belajar. Penelitian menunjukan bahwa aroma pepermin, kemangi, lemon, kayu manis, daun rosemary, dapat meningkatkan kesiagaan mental, sementara aroma bunga lavender, mawar, dan aroma jeruk dapat meningkatkan efek relaksasi. (ibid:106). Tampaknya agar kelas menjadi mempesona tidak hanya melibatkan indera mata. Tetapi penciuman siswa juga hanya mendapatkan nutrisi agar syaraf otak dapat bekerja dengan optimal.
            Panggung pembelajaran tentu akan lebih optimal dengam pencahayaan yang cukup. Siswa akan merasakan kedamaian dengan pencahayaan yang tampak redup. Adanya ventilasi yang cukup selain mengoptimalkan sirkulasi udara juga mampu memberikan pencahayaan optimal. Bagaimana dengan ruang kelas ber-AC ? Terkait pencahayaan kelas demikian harus dilengkapi dengan lampu yang menghasilkan cahaya lembut dan alami. Cahaya yang terang membuat pembelajar menjadi resah dan gelisah, sementara cahaya mampu memberikan ketenangan. (ibid:97)
            Panggung pertunjukan pembelajaran sudah tersedia. Tentu sajapesona pertunjukan kelas belum sempurna kalau guru belum menjadi actor. Sebagai seorang aktortentu saja bagaimana guru mampu menguasai bloking di depan kelas. Mobilitas guru sangat membantu mental belajar siswa. Tinggalkan tempat duduk di pojok ruang kelas. Mobilitas guru mengisi sudut-sudut ruang kelas sangat membantu terciptanya sebuah pertunjukan pembelajaran yang optimal. Selain itu pengolahan suara guru, nada-nada monoton tanpa gairah tentu saja sangat tidak menarik siswa. Lalu optimaslisasi makeup dan kostum guru. Tampilan segar dengan kerapian akan menambah gairah siswa menjalin komunikasi dengan guru. Tak lupa gerak tubuh (gesture) dan smile.
            Paparan di atas hanya pada setting panggung, property, dan pelaku orchestra. Pertunjukan sesungguhnya dapat terlihat dari beberapa hal misalnya :
1.        Kompetisi guru dalam memilihstrategi pembelajaran.
2.       Perkenalan guru dengan gaya belajar.
3.       Pemahaman guru tentang multiple intelegensi.
4.      Motivasi belajar siswa.
5.       Jeda pembelajaran.
6.      Manfaat humor.
7.       Relaksasi.
8.      Menghipnosis pembelajaran.
9.       Mengemas berbagai orchestra pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar